Kamis, 30 April 2015

Momen Inersia dalam Tetesan Hujan

Kelam…
Ya hujan membuat hari itu kelam. Hari dimana aku telah lelah berlari menunggangi diri sendiri demi menyusul kawan- kawanku meraih mimpi disini, di kampus Ganesha. Sebuah pengalaman yang akan selalu tajam untuk diingat. Bulan Juli semakin lembab saja oleh angin dan hujan, seolah mengisyaratkan bahwa menjadi yang terlambat memang kurang menyenangkan.

Jauh terlampau 17.280 jam yang lalu, dimana aku lelah berlari sendirian demi mimpi yang nyaris membuat aku kehilangan kesadaran, saat dimana euforia untuk menginjak tempat ini masih sangat membara di dada, saat dimana aku baru saja meninggalkan sahabatku dikampus ku yang dulu demi sebuah mimpi yang telah kuramu selama 3 tahun, dimana aku baru saja melawan sistem pendidikan tinggi sebelumnya demi mimpi ini, dimana aku baru saja membuang beasiswa ku demi mimpi ini, dimana aku menolak gaji yang tinggi saat sebelumnya masih seorang karyawan desainer grafis disebuah ruko kecil dan sekali lagi demi mimpi ini. sungguh gila memang.
Minggu siang dibulan Juli masih terus – menerus membasahi bumi dengan hujannya. kutemui sesosok laki-laki yang pernah kumarahi di mediasosial atas kekesalanku karena masuk sekolah tinggi yang bukan impianku 1 tahun lalu. Lalu saat ini akan kutemui dikampus ini, aku pikir dia sama sekali orang yang biasa- biasa saja, maaf perasaanku soal laki-laki telah matirasa, bahkan aku tak peduli aku perempuan yang seperti apa, tidak memiliki Innerbeauty atau berantakan, aku adalah apa adanya, jika harus digambarkan saat ini aku hanya mengenakkan sweater pitch yang semakin memperkaya kesan kumalku kemudian rambut panjangku yang terkena air hujan semakin mendukung imageku yang betapa tidak menariknya bagi kaum pria, tak ketinggalan dengan kantung mata akibat lelahnya bergadang untuk ujian SBMPTN (seleksi bersama masuk perguruan tingi negeri). Tibalah aku harus menemui seseorang tersebut, kami sepakat bertemu. untuk yang pertama kalinya dibawah jam gadang gerbang masuk kampus. Ternyata tak seperti yang kubayangkan orang tersebut memiliki postur anatomi tubuh yang sama sekali presisi dan tinggi, cukup putih untuk ukuran warna kulit pria pada umumnya, aku yang berantakkan tak peduli dengan diriku sendiri, sedikit-sedikit aku mulai mendekat dan ia membuka kebekuan yang kurasakan dengan uluran tangannya yang lebar diiringi dengan senyuman seolah mengisyaratkan selamat datang. Sungguh aku tak paham apa yang harus aku lakukkan karena aku sempat marah kesal terhadap orang ini 1 tahun lalu itu semua membuat ku diam dalam bisu, karena saat itulah aku gagal masuk kampus ini sedangkan dia bersukacita karena berhasil masuk kampus yang aku inginkan dan menuliskan status berupa syukur dan sebgainya. Sebelumnya kami memang sempat bercanda lewat SMS dan entah apa yang aku dan dia pikirkan, dia bercanda bahwa aku sebagai orang seni pasti berani melakukkan apa yang diucapkan, yah, ada benarnya, namun tak selalu mutlak dan anehnya dia menantangku untuk memeluknya, awal kisah yang sedikit ganjil, sungguh kami hanya bercanda tak ada niat untuk melakukkannya dengan nyata. Ia menawarkanku untuk berkeliling mengenali kampus yang akan menjadi kampusku ini.

Gedung Lab V, gedung itu tempatnya ia belajar perkuliahan, ya begitu katanya, ketika lelah hendak melangkah menaiki anak tangga yang sepi, dia tiba- tiba mengingatkan akan candaan lalu d sms untuk memeluknya, demi Tuhan, aku ini tipikal orang yang gugup, dan kikuk jika berhadapan dengan lawan jenis, yang dapat aku lalukan hanya berdiri bermenit-menit menghadap badannya diiringi senyumku yang terpatah-patah karena jantung yang terus- menerus memberikkan ketukkan bagai dentuman bom waktu, iya mulai menghadap badanku juga, dan akhirnya kami hanya sama- sama senyum kikuk, 3 menit berlalu tak percaya aku kira ini khayalanku atau imajinasi liarku yang menghambur keluar sebelum waktunya. Ia menarik badanku dan mendekapkan badanku dengan badannya. Senyaman inikah memiliki seseorang untuk dijadikkan tempat bersandar, selama ini aku hanya berlari sendiri demi mimpiku, tanpa memikirkan hal ini sebagai targetku. Namun masih ada rasa ganjil, pikiranku tetap bertanya, ada apa dengan pria ini? Demi neptunus kita baru saja bertemu. Kenapa melakukkan ini semua.

Jauh disudut persfektif trotoar jalan sebuah tunggu dadu yang tepat berhadapan dengan gerbang masuk Institut, Orang itu  berdiri tertunduk mengenakkan jaket himpunannya dan sengaja menghujani dirinya dalam rintik hujan. Tangannya menggenggam sebuket bunga mawar berwarna merah dan putih, berikut bunga- bunga kecil sebagai pelengkapnya. Lalu apa artinya dipertemuan kedua ini, apa yang sebenarnya ia pikirkan?. Aku memiliki perasaan yang sensitif sehingga aku merasakkan perubahan emosi yang ada dengan detail, jauh menelisik merasakkan apa yang terjadi, berusaha mengerti apa yang tak terucap oleh lisan, berusaha memahami maksud bahasa yang disampaikan matanya. Ketika iya menyerahkan buket itu padaku, sontak aku bertanya apa arti dari semua ini, ia hanya menjawab bahwa buket itu hanya ucapan selamat atas diterimanya aku dikampus ini, jawaban yang begitu ringan tanpa beban. Sungguh berniat sekali jika memang benar demikian adanya. Lalu aku tanyakkan padanya apa arti dari warna putih menurutnya. dia bilang tidak tahu dan hanya menjawab singkat bahwa yang ia pikirkan dengan warna putih adalah #FFFFFF, sebuah kode warna putih dalam bentuk HTML, ya ampun dia ternyata seorang mahasiswa Sistem Teknologi Informatika, mungkin karena aku mahasiswa seni dan desain maka kita memiliki persepsi yang beda terhadap sesuatu terutama soal estetika dan warna, bagiku warna putih itu melambangkan suci, kejujuran dan kasih sayang. Tawa pun menghiasi ditengah percakapan kami yang entah barantah darimana datangnya. Mungkin dari warna bunga yang ia berikan untukku. Sometime Differences being incredible things.

Ketika itu hujan kembali tercurah deras, langit begitu padam menyembunyikan cahaya-nya, namun itu semua tidak sedikitpun memberi pengaruh terhadap perasaanku yang senang akan dirinya yang mengantarku pulang pertama kalinya, kami berdua menembus hujan demi mencapai tujuan lebih cepat, hujan begitu deras, sehingga pipiku terasa sakit ditamparnya, aku bisikan padanya bahwa hujannya benar- benar deras sebagai ungkapanku akan hujan yang sakit menampar wajahku, sepatah kalimat yang kabur akan suara hujan berhasil aku tangkpa walau kurang begitu jelas, “Momen Inersia yang Berlawanan dengan Daya Torsi Motor”, aku meminta ia mengulang kembali apa yang ia katakkan, namun yang kadapat adalah “Bukan apa- apa hanya sebuah Fisika dengan kasih sayang” dia berhasil membuatku memeluknya dimotor, dan tersenyum pertama kalinya dengan perasaan merahjambu. Yang biasa disebut Amour J.

Agustus, langit mulai menunjukkan cahaya mentarinnya, warna spektrum langit begitu hangat, saat dimana perkuliahan akan dimulai beberapa hari lagi, hari pertamaku sebagai mahasiswa Ganesha akan segera tiba. Dimana aku akan meneriakkan salam ganesha dan mengenakkan almamaternya. Sadar tak sadar ada yang membekas juga dari dirinnya, bagaimanapun kami sempat tertawa bersama- sama. Sayang sekali dia tak berniat mengenali diriku lebih jauh dan hanya berkata bahwa kita akan segera sibuk dengan perkuliahan masing –masing kalaupun bertemu mungkin setidaknya say hello saja, aku merasa bahwa itu terdengar menyedihkan. Dia adalah sosok pertama yang kukenal dikampus ini, dia yang telah banyak menolongku, bagaimana mungkin aku melupakannya dan menyamaratakkan dengan mahasiswa lainnya. Sepercik kekecewaan sempat kurasakkan, dan entah bagaimana otakku berpikir dengan mudah nya melontarkan kalimat kalau ia harus bertanggung jawab atas perbuatannya untuk memelukku pada pertemuan pertama, dan ia harus membayarnya dengan menjadi pacar ku. Upss… apa yang baru saja aku katakkan sepertinya belum terkonsep dengan baik dan terlontar secara prematur begitu lancarnya. Dia sempat kebingungan dan akhirnya mengiyakkan…

Bulan- bulan awal kita bersama tak ada perasaan yang benar – benar hakiki, seolah hanya status terucap yang berjalan. Akhirnya aku ingin mengakhiri permainanku sendiri, iba sempat juga tertanam dalam benak melihat dirinya yang seolah terpaksa akan tuntutan tak logisku. Aku mulai membenci diriku sendiri, mengapa aku begitu mudah percaya kepada orang yang jelas- jelas baru kukenali dan bahkan pertemuan pertama kami lewat mediasosial. Ironis …
Sesaat perasaanku memang seperti anak kucing yang dikurung dalam kandang kecil, meronta ingin mendapatkan apa yang ia inginkan, ku lewati gedung tempatnya belajar, tak kutemui sosok tinggi yang aku cari, ku telusuri tempat parkir berharap mataku tertuju pada plat nomor yang sempat mengantarku pulang , namun tak kunjung ku temui juga, untuk yang pertama hatiku yang membeku akan perasaan cinta mulai mencair kembali menjadi genangan air mata, ini perasaan yang sempat aku rasakkan beberapa tahun silam sebelum sempat berjalan sendirian dalam penggapaian, ini yang disebut menyayangi ini yang disebut cinta.” Aku harus menemukannya … “ itulah yang pertama dipikirkan oleh instinctual Drive ku.
Sore hari yang cerah, matahari tenggelam memberikan kontras yang kuat, menciptakan tekstur brush struck yang dalam terhadap tiap helai rumput hijau yang kini berwarna kekuningan, dan sosoknya yang terduduk membelakangi matahari terlihat sangat silouet, aku duduk disisi sebelahnya, dan berniat untuk mengucapkan selamat atas ulang tahunnya, aku berusaha menyanyikkan lagu untuk ulang tahunnya, namun aliran serta segukkan tangis menghentikkan bibirku, aku menyerah berkata-kata. Terakhir aku menyakinkannya bahwa aku menyukainnya kali ini serius. Namun jawaban yang terdengar adalah perpisahan. Baiklah aku harus menerima ini, 6 bulan yang aneh, buket bunga yang tetap bertengger di vas bunga meja kerjakku sudah mengering dan menghitam, namun bagikku tetap estetis dan memiliki nilai historis yang tinggi. Wajahnya mengisyaratkan bahwa ia sedang berpikir keras, namun tetap terlihat santai, entah bagaimana cara ia berpikir, ia meminta kami untuk bersama lagi. Dan menjadikkan boneka teddybear sebagai simbolik peresmian kami. Eventually We Will be Together Forever.


By_Roro _ 2015

Sabtu, 28 Maret 2015

2160 Jam kedepan dan 17.280 Jam Kebelakang

Aku ..

 Adalah apa adanya,  ternyata semakin dewasa manusia semakin hidup dibalik nyata, semakin membalut pisaunya masing-masing dengan wajahnya sendiri, semakin menjadikan apa yang disebut paradigma-nya masing- masing menjadi hal yang esa dalam pikirannya,  mungkin aku juga termasuk salah satunya. tetapi  aku beruntung memiliki kelebihan untuk memahami apa yang tak terucap oleh bahasa. karena emosi tak dapat diramu menjadi sebuah kebohongan.


Menjadi yang terlambat memang tidak menyenangkan, jauh terlampau 17.280 jam yang lalu, dimana aku lelah berlari sendirian demi mimpi yang nyaris membuat aku kehilangan kesadaran, saat dimana euforia untuk menginjak tempat ini, tempat aku menjamu jati diriku saat ini, jiwa pertama yang kukenal adalah dirimu, jika harus digambarkan saat itu, aku seperti masuk kedalam rimba yang tak kukenal dan kau mengajak ku mengenalkan rupa-rupa hidup disana, dengan mu ku pahami arti perbedaan, dengan mu aku tak sendiri, dengan mu aku mempelajari teka-teki dalam pikiranku sendiri, dengan mu maka aku tertawa, dengan mu aku memiliki energi.  aku adalah jiwa yang sendiri, tak kutemui orang yang memiliki paham yang sama denganku mungkin hanya segelintir orang itupun tak lama, usiaku memang jauh diatas mereka,  aku merindukan duniaku,  dimana aku dapat berbagi pikiran dengan orang-orang yang memiliki perspektif  yang sama, setidaknya mereka teman sebaya ku ada untuk berbagi .. aku merindu orang yang lebih tua dariku. Dan sayangnya kamu dan mereka akan segera ….

Jumat malam (27/03/15), hujan yang datang menambah tusukan dalam benak, bunga yang mekar memberi sindiran yang dalam akan kepergian-mu 2160 jam kedepan, bahkan beberapa teman sebayaku, warna hijau kebiruan sebagai lambang almamater menjadi sekelebat warna yang hampir membuatku sakit kepala, Orang-orang yang sibuk berlatih performance art semakin menambah bisikan dalam perasaan, dan  jalanan yang riuh akan lampu-lampu sign mobil yang berkedip akan menjadi jalanan yang senyap mungkin suatu saat. Harus ku akui tak kutemui “Teman” dalam artian yang sebenarnya, aku sering berjalan sendiri, berdiri digedung lantai 2 SR bahkan lantai atas gedung PAU, memandangi dedaunan yang jatuh, dan kusadari bahwa  hidup ini berotasi, dan waktu akan berlalu, hari ini akan menjadi sejarah, dan aku yang sekarang adalah untuk aku di esok hari. Iya.. kau adalah salah satu dari sedikitnya orang yang menemani ku dalam sepinya perjalananku, dari kacamata logika dikanan dan kiriku memang ada sosok yang dinamakan teman tapi cobalah melihat secara emosi, mereka hanyalah figure kosong yang tak peduli akan rasa. Kau dan beberapa teman sebaya ku lambat laun memang memiliki hak untuk pergi lebih dulu. Dan aku akan melanjutkan kehidupanku sendiriku disini,  hingga pada saatnya nanti akupun akan pergi dari sini. Menunggu hujan memang lebih baik daripada bergabung dengan orang-orang yang hanya memikirkan kebahagiaan masa perkuliahan. Pendirianku memang sekeras batu, tak satupun orang yang dapat memberiku arahan, dan tak mudah bagiku mempercayai orang,  seperti yang kalian lihat aku independent human, tapi dalam lubuk ini, ini semua tak mudah… kita lihat apa yang berubah 2160 jam yang akan datang ku tantang hari itu dengan keikhlasan.

Logika dan emosiku saling bertabrakan,  mau menangis pun untuk apa toh logika ku berkata ini takdir. Dan aku tak bisa apa- apa. Walau sekalipun teriak sekeras mungkin.
Say Goodbye and be success always , see you out there, do the best and don’t look my tears … I’m promise will be kind soon.