Momen
Inersia dalam Tetesan Hujan
Kelam…
Ya
hujan membuat hari itu kelam. Hari dimana aku telah lelah berlari menunggangi
diri sendiri demi menyusul kawan- kawanku meraih mimpi disini, di kampus
Ganesha. Sebuah pengalaman yang akan selalu tajam untuk diingat. Bulan Juli
semakin lembab saja oleh angin dan hujan, seolah mengisyaratkan bahwa menjadi yang terlambat memang kurang
menyenangkan.
Jauh terlampau 17.280 jam yang lalu, dimana aku
lelah berlari sendirian demi mimpi yang nyaris membuat aku kehilangan
kesadaran, saat dimana euforia untuk
menginjak tempat ini masih sangat membara di dada, saat dimana aku baru saja
meninggalkan sahabatku dikampus ku yang dulu demi sebuah mimpi yang telah
kuramu selama 3 tahun, dimana aku baru saja melawan sistem pendidikan tinggi sebelumnya
demi mimpi ini, dimana aku baru saja membuang beasiswa ku demi mimpi ini,
dimana aku menolak gaji yang tinggi saat sebelumnya masih seorang karyawan
desainer grafis disebuah ruko kecil dan sekali lagi demi mimpi ini. sungguh gila
memang.
Minggu siang dibulan Juli masih terus – menerus
membasahi bumi dengan hujannya. kutemui sesosok laki-laki yang pernah kumarahi
di mediasosial atas kekesalanku karena masuk sekolah tinggi yang bukan impianku
1 tahun lalu. Lalu saat ini akan kutemui dikampus ini, aku pikir dia sama
sekali orang yang biasa- biasa saja, maaf perasaanku soal laki-laki telah
matirasa, bahkan aku tak peduli aku perempuan yang seperti apa, tidak memiliki Innerbeauty atau berantakan, aku adalah
apa adanya, jika harus digambarkan saat ini aku hanya mengenakkan sweater pitch yang semakin memperkaya
kesan kumalku kemudian rambut panjangku yang terkena air hujan semakin mendukung
imageku yang betapa tidak menariknya
bagi kaum pria, tak ketinggalan dengan kantung mata akibat lelahnya bergadang
untuk ujian SBMPTN (seleksi bersama masuk
perguruan tingi negeri). Tibalah aku harus menemui seseorang tersebut, kami
sepakat bertemu. untuk yang pertama kalinya dibawah jam gadang gerbang masuk
kampus. Ternyata tak seperti yang kubayangkan orang tersebut memiliki postur
anatomi tubuh yang sama sekali presisi dan tinggi, cukup putih untuk ukuran
warna kulit pria pada umumnya, aku yang berantakkan tak peduli dengan diriku
sendiri, sedikit-sedikit aku mulai mendekat dan ia membuka kebekuan yang
kurasakan dengan uluran tangannya yang lebar diiringi dengan senyuman seolah
mengisyaratkan selamat datang. Sungguh aku tak paham apa yang harus aku
lakukkan karena aku sempat marah kesal terhadap orang ini 1 tahun lalu itu
semua membuat ku diam dalam bisu, karena saat itulah aku gagal masuk kampus ini
sedangkan dia bersukacita karena berhasil masuk kampus yang aku inginkan dan
menuliskan status berupa syukur dan sebgainya. Sebelumnya kami memang sempat
bercanda lewat SMS dan entah apa yang aku dan dia pikirkan, dia bercanda bahwa
aku sebagai orang seni pasti berani melakukkan apa yang diucapkan, yah, ada
benarnya, namun tak selalu mutlak dan anehnya dia menantangku untuk memeluknya,
awal kisah yang sedikit ganjil, sungguh kami hanya bercanda tak ada niat untuk
melakukkannya dengan nyata. Ia menawarkanku untuk berkeliling mengenali kampus
yang akan menjadi kampusku ini.
Gedung Lab V, gedung itu tempatnya ia belajar
perkuliahan, ya begitu katanya, ketika lelah hendak melangkah menaiki anak
tangga yang sepi, dia tiba- tiba mengingatkan akan candaan lalu d sms untuk
memeluknya, demi Tuhan, aku ini tipikal orang yang gugup, dan kikuk jika
berhadapan dengan lawan jenis, yang dapat aku lalukan hanya berdiri bermenit-menit
menghadap badannya diiringi senyumku yang terpatah-patah karena jantung yang
terus- menerus memberikkan ketukkan bagai dentuman bom waktu, iya mulai
menghadap badanku juga, dan akhirnya kami hanya sama- sama senyum kikuk, 3
menit berlalu tak percaya aku kira ini khayalanku atau imajinasi liarku yang
menghambur keluar sebelum waktunya. Ia menarik badanku dan mendekapkan badanku
dengan badannya. Senyaman inikah memiliki seseorang untuk dijadikkan tempat
bersandar, selama ini aku hanya berlari sendiri demi mimpiku, tanpa memikirkan
hal ini sebagai targetku. Namun masih ada rasa ganjil, pikiranku tetap
bertanya, ada apa dengan pria ini? Demi neptunus kita baru saja bertemu. Kenapa
melakukkan ini semua.
Jauh disudut persfektif trotoar jalan sebuah
tunggu dadu yang tepat berhadapan dengan gerbang masuk Institut, Orang itu berdiri tertunduk mengenakkan jaket himpunannya
dan sengaja menghujani dirinya dalam rintik hujan. Tangannya menggenggam
sebuket bunga mawar berwarna merah dan putih, berikut bunga- bunga kecil
sebagai pelengkapnya. Lalu apa artinya dipertemuan kedua ini, apa yang
sebenarnya ia pikirkan?. Aku memiliki perasaan yang sensitif sehingga aku
merasakkan perubahan emosi yang ada dengan detail, jauh menelisik merasakkan
apa yang terjadi, berusaha mengerti apa yang tak terucap oleh lisan, berusaha
memahami maksud bahasa yang disampaikan matanya. Ketika iya menyerahkan buket
itu padaku, sontak aku bertanya apa arti dari semua ini, ia hanya menjawab
bahwa buket itu hanya ucapan selamat atas diterimanya aku dikampus ini, jawaban
yang begitu ringan tanpa beban. Sungguh berniat sekali jika memang benar
demikian adanya. Lalu aku tanyakkan padanya apa arti dari warna putih
menurutnya. dia bilang tidak tahu dan hanya menjawab singkat bahwa yang ia
pikirkan dengan warna putih adalah #FFFFFF, sebuah kode warna putih dalam
bentuk HTML, ya ampun dia ternyata seorang mahasiswa Sistem Teknologi Informatika,
mungkin karena aku mahasiswa seni dan desain maka kita memiliki persepsi yang
beda terhadap sesuatu terutama soal estetika dan warna, bagiku warna putih itu
melambangkan suci, kejujuran dan kasih sayang. Tawa pun menghiasi ditengah
percakapan kami yang entah barantah darimana datangnya. Mungkin dari warna
bunga yang ia berikan untukku. Sometime Differences
being incredible things.
Ketika itu hujan kembali tercurah deras, langit
begitu padam menyembunyikan cahaya-nya, namun itu semua tidak sedikitpun memberi
pengaruh terhadap perasaanku yang senang akan dirinya yang mengantarku pulang
pertama kalinya, kami berdua menembus hujan demi mencapai tujuan lebih cepat,
hujan begitu deras, sehingga pipiku terasa sakit ditamparnya, aku bisikan
padanya bahwa hujannya benar- benar deras sebagai ungkapanku akan hujan yang
sakit menampar wajahku, sepatah kalimat yang kabur akan suara hujan berhasil
aku tangkpa walau kurang begitu jelas, “Momen Inersia yang Berlawanan dengan
Daya Torsi Motor”, aku meminta ia mengulang kembali apa yang ia katakkan, namun
yang kadapat adalah “Bukan apa- apa hanya sebuah Fisika dengan kasih sayang”
dia berhasil membuatku memeluknya dimotor, dan tersenyum pertama kalinya dengan
perasaan merahjambu. Yang biasa disebut Amour
J.
Agustus, langit mulai menunjukkan cahaya
mentarinnya, warna spektrum langit begitu hangat, saat dimana perkuliahan akan
dimulai beberapa hari lagi, hari pertamaku sebagai mahasiswa Ganesha akan
segera tiba. Dimana aku akan meneriakkan salam ganesha dan mengenakkan
almamaternya. Sadar tak sadar ada yang membekas juga dari dirinnya, bagaimanapun
kami sempat tertawa bersama- sama. Sayang sekali dia tak berniat mengenali
diriku lebih jauh dan hanya berkata bahwa kita akan segera sibuk dengan
perkuliahan masing –masing kalaupun bertemu mungkin setidaknya say hello saja,
aku merasa bahwa itu terdengar menyedihkan. Dia adalah sosok pertama yang
kukenal dikampus ini, dia yang telah banyak menolongku, bagaimana mungkin aku
melupakannya dan menyamaratakkan dengan mahasiswa lainnya. Sepercik kekecewaan
sempat kurasakkan, dan entah bagaimana otakku berpikir dengan mudah nya
melontarkan kalimat kalau ia harus bertanggung jawab atas perbuatannya untuk
memelukku pada pertemuan pertama, dan ia harus membayarnya dengan menjadi pacar
ku. Upss… apa yang baru saja aku katakkan sepertinya belum terkonsep dengan
baik dan terlontar secara prematur begitu lancarnya. Dia sempat kebingungan dan
akhirnya mengiyakkan…
Bulan- bulan awal kita bersama tak ada perasaan
yang benar – benar hakiki, seolah hanya status terucap yang berjalan. Akhirnya aku
ingin mengakhiri permainanku sendiri, iba sempat juga tertanam dalam benak
melihat dirinya yang seolah terpaksa akan tuntutan tak logisku. Aku mulai
membenci diriku sendiri, mengapa aku begitu mudah percaya kepada orang yang
jelas- jelas baru kukenali dan bahkan pertemuan pertama kami lewat mediasosial.
Ironis …
Sesaat perasaanku memang seperti anak kucing
yang dikurung dalam kandang kecil, meronta ingin mendapatkan apa yang ia
inginkan, ku lewati gedung tempatnya belajar, tak kutemui sosok tinggi yang aku
cari, ku telusuri tempat parkir berharap mataku tertuju pada plat nomor yang
sempat mengantarku pulang , namun tak kunjung ku temui juga, untuk yang pertama
hatiku yang membeku akan perasaan cinta mulai mencair kembali menjadi genangan
air mata, ini perasaan yang sempat aku rasakkan beberapa tahun silam sebelum
sempat berjalan sendirian dalam penggapaian, ini yang disebut menyayangi ini
yang disebut cinta.” Aku harus menemukannya … “ itulah yang pertama dipikirkan
oleh instinctual Drive ku.
Sore hari yang cerah, matahari tenggelam memberikan
kontras yang kuat, menciptakan tekstur brush struck yang dalam terhadap tiap
helai rumput hijau yang kini berwarna kekuningan, dan sosoknya yang terduduk
membelakangi matahari terlihat sangat silouet, aku duduk disisi sebelahnya, dan
berniat untuk mengucapkan selamat atas ulang tahunnya, aku berusaha
menyanyikkan lagu untuk ulang tahunnya, namun aliran serta segukkan tangis
menghentikkan bibirku, aku menyerah berkata-kata. Terakhir aku menyakinkannya
bahwa aku menyukainnya kali ini serius. Namun jawaban yang terdengar adalah
perpisahan. Baiklah aku harus menerima ini, 6 bulan yang aneh, buket bunga yang
tetap bertengger di vas bunga meja kerjakku sudah mengering dan menghitam,
namun bagikku tetap estetis dan memiliki nilai historis yang tinggi. Wajahnya mengisyaratkan
bahwa ia sedang berpikir keras, namun tetap terlihat santai, entah bagaimana
cara ia berpikir, ia meminta kami untuk bersama lagi. Dan menjadikkan boneka
teddybear sebagai simbolik peresmian kami. Eventually
We Will be Together Forever.
By_Roro _ 2015