Disini ...
Disisi lain Gedung
mektan (Mekanika Tanah), tempatku menjalani masa TPB (Tahap persiapan bersama),
masa itu … tetesan hujan membuat beribu kilau tekstur di dasar kaca, samar
pandangku ke arah langit abu yang teduhkan lamunanku akan seseorang yang
kusebut kau.
ranah logika rasaku
tentang itu tercampur baur akan emosi tugas nirmana yang aku kerjakan saat itu
sambil ku dekatkan ponsel di sisi sikut ku, harapanku mengadu agar ia
menghubungi dan mengajakku pulang bersama. dan hal itu terjadi ...
Tak terasa tingkat 1 ku
sudah berlalu, sudah 1 tahun pula kau berikan waktumu untuk ku, andai aku dapat
mengungkapkan lebih detail tentang ini … tentang hati. selama ini, aku telah menjadi pemerhati jiwa
mu, jauh didasar bahasa ada yang dapat aku terpa yaitu rasa.
Sore itu, tempat parkir
barat ITB begitu sendu dan hanya tersapukan dedaunan kering yang putus asa
melayang jatuh, ku lewati sore itu memalui jalur melintas miring di
tengah-tengah halaman rumput hijau orang-orang menyebutnya jalur “Phytagoras ”
karena memang mirip rumus pitagoras matematika, aku tidak tahu, aku tak pandai
matematika. Saat itu Kau meninggalkanku hanya karena emosi sesaat suatu hal,
aku nyaris benar – benar akan menghilangkan perasaan ini, tempat parkir tempat
kau menyimpan motormu pertama kali, rasa penasaranku berhasil menyeret kaki ku
untuk berkeliling parkiran dan berharap menemukan motor merah ber plat nomor JR
tersanding di halaman. Walaupun aku tahu aku tak dapat duduk di jok belakangnya
lagi, setidaknya aku bisa mengingat masa aku duduk dan memegang hoodie merahnya
sebelum pemiliknya benar – benar datang dan menggunakannya. Namun mataku tak
sanggup menjamu harapan itu, mata ku terlalu kabur oleh air mata, ku tatap
langit agar air mata tak turun dan membasahi wajah.
Setelah 2 minggu berlalu
atas kepergiannya, kau tahu rasanya berjalan menggunakan satu kaki dan kaki
satumu kau tekuk ? nah seolah seperti itulah kira-kira seperti ada yang hilang
dalam diri ini. Hari pertama mata ku masih mencari sosoknya kala melewati LAB
VII, hari kedua , begitu juga hari ketiga dan keempat, namun tak ada bayangnya
yang terpantul dimataku. Benar- benar hilang . . .
Hari berikutnya kepalaku
hanya terunduk ketika melewati LAB VII, aku sudah tak peduli lagi kalaupun dia
ada saat aku melewati Lab tersebut.
Pulang kuliah, aku
adalah pelanggan setia angkot Kalapa-Dago, saat itu riuh sekali kendaraan yang
berebutan jalur melihat itu, pikiranku kembali kepada sosok yang sama, ku
lewati halte dimana kau dan aku pernah menghujani diri berdiri di halte itu,
mataku mulai mengalirkan bebannya, seorang anak SD yang duduk berseberangan di
angkot terpaku melihat mataku merah dan berair, aku harus berpura-pura kena
debu, hal pertama yang aku pukirkan.
Dirumah, buket bunga
yang pertama kali kau berikan, sudah kering dan gelap berdiri kuyu disamping
meja komputerku, tapi bagiku tetap eksotis entah mengapa itu memiliki makna yang
sangat dalam. ketika wisuda Juli 2013 bunga itu kau berikan beserta perasaan
yang terkandung didalam bunga mawar merah yang sekarang hitam lebam.
Setelah beberapa hari
wajahku pucat pasi, datar seraya tak ada warna lain dalam jiwa, hanya gradasi
hitam dan putih, aku tak lagi menangis, dirimu sudah memudar dalam benak,
dirimu kini hanya imajinasi liarku saja. Namun entah bagaimana Tuhan mengatur scenario
hidup ini… Kau muncul kembali dihadapanku, dan meminta semua imajinasi itu
menjadi tanjam kembali, kau ingin aku kembali.
Diatas rumput dibawah
pohon komplek mekar wangi, ekspresimu terlihat silouet karena dibalik badanmu
bersinar matahari sunset seolah berkata ‘selamat berjuang’ atau mungkin hanya
pikiranku saja. Dan Kau dan aku kembali menjadi ‘kita’ .
Sekarang kejadian itu
sudah berbulan –bulan berlalu, kini yang menghunus diatas rasa adalah Tahun depan
kau akan wisuda , dan meninggalkan kampus lebih dulu . . .
Walupun kau hilang dari
pandanganku, aku harap persaanmu tetap sama dan takkan pernah hilang.
L.Al Fikri ^^